Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena Jejak Kaum Gay/Homoseks di Aceh


Bendera Komunitas LGBT


Oleh:
Mahasiswa Ushuluddin prodi Ilmu Al-Quran & Tafsir UIN Ar-Raniry

Bangsa Aceh benar-benar sedang ditimpa musibah. Akhir-akhir ini kita sedang disibukkan dengan pendangkalan aqidah dan pemurtadan dari aliran sesat maupun agama tertentu. Kini Aceh juga sedang ditimpa musibah dengan merosotnya moral generasi bangsa Aceh.

Siapa lagi yang akan memperjuangkan maruwah bangsa Aceh jika bukan penerusnya para pemuda pemudi Aceh sendiri. Selain perkara seks bebas, kini juga kaum gay dan homoseks sudah merebak di negri mulia ini. Seolah-olah mereka tidak sadar bagaimana kaum Sodom pada zaman nabi Luth diazab oleh Allah dengan hujan batunya, dan kini mereka mencoba azab itu ditimpa pada rakyat Aceh sendiri. Bahkan alim ulama pun kaget dengan fenomena yang muncul di negri bertuah ini.
"Ini adalah sebuah fenomena yang tidak pernah terbayangkan bahwa itu akan terjadi di Aceh," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali di Banda Aceh.
Pernyataan yang sama juga disampaikan Illiza, Sabtu (4/5/2013), saat mengisi materi tentang Pernikahan Dini dan Keluarga Berencana, yang diselenggarakan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP dan BK) Banda Aceh, di Aula MAN Model Banda Aceh.

Menurut Illiza, keberadaan atau munculnya perilaku homoseksualdi Kota Banda Aceh ini, diketahui berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Komisi Penanggulangan HIV-Aids Kota Banda Aceh. Bahkan, hasil survei tersebut mengindikasikan perilaku homoseksual di Kota Banda Aceh, tinggi.
"Trennya sekarang homoseksual di Banda Aceh meningkat, dan memang sebenarnya sangat sulit mengidentifikasi pelaku kecuali dengan pengakuan si pelaku itu sendiri," kata Wakil Wali Kota Banda Aceh, Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE,.
Saya sendiri sempat di chat melalui media sosial oleh kaum gay Aceh. Jauh sebelumnya saya sendiri sudah mengindetifikasi eksistensi mereka dengan banyaknya grup-grup homoseksual atau gay di facebook untuk regional Aceh.

Saya disapa oleh sebuah akun facebook dengan nama Sang Ke***ih. Dan untuk kepentingan penyelidikan saya kemudian berpura-pura menjadi seorang gay untuk mengorek informasi seputar gay di Aceh.

Ada banyak informasi yang dapat saya ungkit. Dia mengaku tinggal di daerah Punge dan berumur 26 tahun. Bahkan untuk komunikasi yang lebih intens dia memberikan pin BBM yang tidak mungkin saya post disini, namun dengan alasan keamanan maka saya tolak.

Kemudian saya menanyakan tentang keberadaan komunitas gay di Banda Aceh. Ternyata tidak dapat dipungkiri memang ada komunitasnya. Namun saat saya menanyakan tentang syariat Islam dan gay (karena saya berpura-pura jadi perantau dari Medan yang menempuh pendidikan di Aceh) namun tidak dijawab lagi. 'oh, emng lo pada ga ngapa nge gay di aceh. bkannya dsni tu ada syariat islamnya?', tanya saya. Komunikasi kami pun berhenti begitu saja pada 11 Maret 2015 dan tidak ada balasan setelah itu.

Adapun info yang saya dapat dari abang leting saya Azmul Fauzi yang kini menjadi ketua LDK Ar-Risalah UIN Ar-Raniry, benar memang mereka sudah menyebar dan bahkan sudah sitematis cara kerjanya. Beliau juga mendapatkan info dari MIUMI Aceh.

Gay di Aceh sudah sangat berstruktur dan rapi dalam menjalankan aksi mereka. Dikatakan bahwa mereka sudah menetapkan delegasi-delegasi dari tiap-tiap kampus. Mereka juga sering berkumpul di taman, cafe, dan tempat-tempat tertentu.

Eksistensi Komunitas Gay di Aceh

Tahukan anda? tidak hanya homoseksual/gay, bahkan lesbi pun tidak ketinggalan. Mereka mulai dari pelajar sekolahan sampai kuliahan. Violet Grey merupakan suatu LSM yang memperjuangkan hak - hak kelompok LGBTIQ di Aceh. Para kaum LGBT menyebutnya VG lembaga tersebut. VG sendiri berdiri sekitar tahun 2007, info selengkapnya seputar VG disini hivos.nl. Violet Grey beralamat JL. Unida 1, Dusun Merak lorong Darma Lemteumen (data google). Juga ikut serta LSM Perempuan ODHA di Aceh.

Kelompok Gay dan Lesbi di Aceh memiliki sokongan penuh dari lembaga dan komunitas HAM. Dari tulisan yang saya kutip dari gerakan-gay.blogspot.com (sebuah blog yang diasas dari Our Voice yang memperjuangkan LGBT), telah ada pelatihan tentang LGBT di Aceh. Pelatihan dimulai tanggal 26 Januari - 30 Januari 09. Pelaksananya dari LSM Violet Grey kerjasama dengan Hivos Belanda.Pesertanya juga para gay yang ada di wilayah Aceh. Walau ada peserta perempuan yang lainnya. Seperti dari LSM Perempuan dan perempuan ODHA yang ada di Banda Aceh. Dan juga dihadiri oleh 2 orang dari LSM Medan yang fokus untuk isu HIV dan AIDS (Sahiva). Pelatihan ini dibantu oleh Ayie (Dosen FT Unsyiah) dan Leila, Norma (Staff RPUK). Ketiganya adalah aktivis perempuan yang selama ini yang banyak mensupport kegiatan VG.

Dalam pelatihan tersebut peserta menceritakan kisah hidup mereka. Sampai giliran salah seorang gay. Nama nya Anto (nama samaran). Anto seorang gay. Dia bekerja di salah satu Lembaga International di Banda Aceh. Selama ini Anto juga salah satu orang yang banyak membantu VG. Walaupun dia bukan membantu secara full time. Tapi kontribusi dan banyaknya jaringan LSM yang dimiliki banyak membantu gerakan VG di Aceh.

Anto adalah seorang putra Aceh yang lahir dan besar di Aceh. Walau sempat sekolah di Medan. Tapi masa kecil nya dihabiskan di Aceh. Dia mempunyai kemampuan bahasa Inggris dan Bahasa Arab yang baik. Karena itu juga lah dia dapat bergabung dilembaga asing. Dia pernah mengalami pelecehan seksual pada sebuah lembanga keagamaan. Pengalaman hidupnya yang kemudian membuatnya menjadi pembela LGBT diatas nama HAM, nauzubillah.

“Kami dilahirkan sebagai Muslim, sebagai orang Aceh. Apa iya kami bukan bagian dari Islam?” tanya “Toni”, seorang aktivis gay dan anggota dari Violet Grey.

Jika seperti ini, apa tidak mebuat kita mencaci mereka sebagai anak "haram jadah" disaat melihat generasi bangsa Aceh seperti ini?.

Selain VG, lembaga HAM yang memperjuangkan LGBT adalah Our Voice. Jelas-jelas LGBT sangat tidak cocok untuk kearifan lokal negri bangsa Aceh. Saya sendiri menyangka kehadiran kaum Gay dan LGBT di Aceh adalah pengaruh dari luar yang dibawa kesini baik itu dari pendatang para pedagang maupun para pelajar. Namun ternyata ada juga anak bangsa Aceh.

Berdasarkan info yang saya dapat dari AJNN (Aceh Journal National Network) melalui website ajnn.net. Gay marak berkeliaran di Aceh Tengah. Kondisi itu terkesan dibiarkan oleh pihak berwajib, sehingga kaum itu dengan mudah berkembang.

Dari hasil penelusuran AJNN dalam satu pekan ini, seputaran terminal lama kota Takengon menjadi tempat favorit perkumpulan kaum Gay. Mereka terlihat sangat leluasa dan nyaman menunggu pelanggan di kawasan itu.

Informasi yang dihimpun dari warga sekitar terminal mengakui, kaum Gay itu mulai bermunculan dari pukul 01:00 Wib dini hari. Setelah mendapatkan pelanggan dan proses negosiasi harga jasa, Gay dan pelangganpun berangkat ke suatu tempat.

Jika seperti ini maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa lembaga HAM menjadi penghambat penerapan syariat Islam di Aceh. Tulisan-tulisan mereka yang memperburuk image Aceh yang kemudian menghadirkan cacian kepada bangsa Aceh.Tidak jarang mereka menyebut bangsa Aceh dengan sebutan MUNAFIK. Sebuah kata yang membuat kita merasa geram. Apalagi dengan lahirnya generasi-generasi haram jadah di negri ini.

Tanggapan Pemerintah Aceh

Melihat fenomena ini pemerintah Aceh tidak tinggal diam. Sebagaimana diketahui, Qanun Jinayah sudah disahkan DPR Aceh pada 27 September 2014, yang di dalamnya mengatur hukum Liwath, hubungan sejenis antara laki-laki dengan laki-laki, diancam ‘uqubat ta’zir paling banyak 100 kali cambuk atau denda 1.000 gram emas murni atau penjara 100 bulan.

Kita sangat mengapresiasikan upaya pemerintahan Aceh dalam menghadapi fenomena ini. Walaupun sebenarnya fenomena gay dan lesbi merupakan perkarang yang sangat-sangat dibenci dalam agama. Bahkan sejatinya hukuman bagi gay dan lesbi setidaknya ada tiga hukuman berat terhadap pelaku homoseksual: (1). Pertama; Dibunuh. (2). Kedua; Dibakar. (3). Ketiga; Dilempar dengan batu setelah dijatuhkan dari tempat yang tinggi.

Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menghukuminya dengan, dinaikkan ke atas bangunan yang paling tinggi di satu kampung, kemudian dilemparkan darinya dengan posisi pundak di bawah, lalu dilempari dengan bebatuan. Sebagian Hanabilah menukil ijma’ (kesepakatan) para shahabat bahwa hukuman bagi pelaku gay dibunuh beserta juga pasangannya. [Ruuhul Ma’aanii karya Al-Alusi, Jilid 8, hlm. 174.]. Sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib dengan cara membakarnya.
Banyak para penentang penerapan syariat Islam hukuman bagi pelaku homo dan lesbi. Tidak ketinggalan para pembela HAM yang melindungi LGBT.
Untuk pemerintah Aceh saya harap agar teguh pada jalan Allah. Jangan mau tunduk pada para thagut yang memebela setan-setan itu. Begitu juga dengan bangsa rakyat Aceh, jangan sampai putus semangat membela agama Allah. Aceh dan Islam ibarat jasad dan ruh, oleh karenanya jika hendak memisahkan keduanya maka ibarat memisahkan jasad dan jiwa.
Bangkitlah bangsa Aceh, jaga maruwah dan kehormatan bangsa. Jangan sampai hinakan maruwah kaom. Dan teruslah berpegang pada tali Allah dan Rasul.

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Posting Komentar untuk "Fenomena Jejak Kaum Gay/Homoseks di Aceh"